(Review) Gen: Drama Kolam Kehidupan

Pitiesdi-a26
5 min readFeb 24, 2024

--

Gen (Siddharthe Mukherjee) oleh penerbit KPG

“manusia itu sekadar kendaraan bagi gen, sekadar jalan yang dilewati. Bagaikan menunggang kuda hingga kudanya roboh lalu ganti menunggang kuda lain… gen tidak pernah memikirkan apa yang baik dan apa yang jahat. Apakah kita berbahagia atau bersedih… kita sekadar alat.”

Sinopsis:

Merangkum cerita si sosok kecil yang berpengaruh besar pada kehidupan makhluk hidup. Sosok yang sering kali disebutkan dalam buku-buku bertema Biologi. Sosok yang ada dalam diri makhluk hidup. Si kecil yang membentuk diri, sifat, hingga nasib manusia. Gen memberikan rangkuman dari sejarah penemuan awal, gagasan, prinsip, hingga proses rekayasa yang telah dan juga akan terjadi di masa depan. Proses-proses yang akan memberikan kemampuan pada manusia mengubah nasib genetisnya.

Ulasan:

“Gen” merupakan sebuah kata yang sangat familier di ingatan banyak orang. Di setiap buku IPA pada masa sekolah (dari SD hingga SMA) setidaknya sekali kata “Gen” dipergunakan untuk menjelaskan apa itu makhluk hidup. Dari pertalian gen, kawin silang, kecambah, dan sebagainya. Namun sering kali, penyampaian atas tema Gen terkesan membosankan. Bab utama yang membahas Gen selalu dikalahkan seru dan menghiburkannya bab turunan Gen yaitu bab “Perkembangbiakan Makhluk Hidup” terutama yang spesifik pada perkembangbiakan manusia.

Kali ini Siddhartha Mukherjee mencoba untuk sekali lagi menjelaskan tema ini dalam bukunya Gen dengan harapan akan semakin banyaknya orang yang memiliki pemahaman mengenai apa itu Gen dan seberapa besar pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari manusia.

Usaha Mukherjee dalam menjelaskan Gen pada bukunya langsung terasa berbeda dibandingkan penjelasan-penjelasan lain yang pernah ditemui. Mukherjee tidak langsung masuk ke dalam pembahasan Gen, apa itu pengertiannya, turunan-turunannya, teknologinya, pertalian gen, atau pun kawin silang antar Gen. Tidak! Namun sebagai awalan, Mukherjee memberikan cerita mengenai anggota keluarganya dengan segala gejala penyakit yang dialami. Dari Skizofrenia, Pneumonia, Gangguan Emosi hingga mental yang menjangkiti orang-orang disekitaran keluarganya.

Cerita pribadi mengenai keluarganya tersebut mungkin memang sengaja Mukherjee ambil sebagai cara untuk mendekatkan para pembaca bukunya dengan tema yang ingin diambil. Tidak hanya dari sisi pemikiran, namun juga dari sisi emosional. Dan dari pengalaman pribadi membaca buku setebal 700-an halaman ini, cara yang diambil oleh Mukherjee dalam menjelaskan Gen ini, sangatlah berhasil.

Seperti yang sebelumnya disebutkan, cara yang diambil dalam menjelaskan Gen dalam buku ini sangatlah berbeda. Mukherjee tidak hanya menjelaskan Gen secara teknis, namun juga secara naratif dengan cerita-ceritanya yang seringkali memilukan. Tidak hanya memikirkan pemahaman pemikiran, namun juga pemahaman emosional. Dari buku ini juga Mukherjee menjelaskan bahwa Gen lebih luas dibandingkan kawin silang, pewarisan sifat, atau kawin silang antara sapi berkaki pendek dengan sapi berkaki panjang dengan sapi kaki pendek, atau kawin silang antar kacang-kacangan. Bagaimana Mendel bisa memiliki kaitan atas kebijakan Eugenika Nazi hingga penciptaan bom atom.

Dari banyak buku yang memiliki tema mengenai biologi, Gen menjadi buku pertama dengan pembawaan yang sangat mudah untuk dimengerti. Mukherjee dalam buku ini bagaikan seseorang yang sangat penyabar dalam memberikan ilmunya kepada orang lain. Dalam Gen, Mukherjee tidak terkesan terburu-buru dalam memberikan pengetahuan mengenai Gen yang ia ingin ceritakan. Dalam Gen, biasanya Mukherjee akan memberikan latar belakang cerita dari banyak hal seputar biologi. Dari bagaimana Gregor Mendel bisa menemukan teorinya, kesulitan Francis Crick dan James Watson dalam memodelkan bentuk DNA heliks ganda, hingga latar belakang kepercayaan Eugenika bisa terjadi.

Cerita-cerita latar belakang penuh drama dengan tingkat emosional yang mendalam. Rangkaian cerita-cerita tersebut menjadikan buku non-fiksi sains ini bagaikan sebuah buku novel. Ringan diikuti, dramatis, juga penuh cita rasa emosional.

Jangan terintimidasi dengan tampilan buku yang tebal. 700-an halaman. Non-fiksi. Sains. Terdengar seperti kombinasi maut yang akan meningkatkan tingkat kemalasan orang-orang yang tadinya tertarik dengan buku Gen. Jangan terintimidasi dengan kombinasi hal-hal yang sebelumnya disebutkan. Pembaca buku ini akan dibuat lupa akan tebalnya buku ini jika sudah mencoba buku ini. Menawannya gaya penceritaan buku ini akan sangat disayangkan jika dilewati begitu saja.

Mukherjee juga sepertinya sangat sengaja dalam menaruh nama-nama yang ada dalam bukunya. Nama-nama seperti Mendel, Aristoteles, Darwin, bahkan hingga Oppenheimer. Penyebutan nama-nama tersebut selain karena disebutkan atas andilnya dalam sejarah perkembangan biologi sepertinya sengaja Mukherjee tempatkan agar pembaca buku ini bisa terus tertarik dalam membaca bukunya. “rings a bell?” menjadi istilah yang sepertinya layak untuk menggambarkan usaha Mukherjee dalam membuat pembacanya terus tertarik untuk membaca bukunya dengan cara menempatkan banyak nama-nama familier. Ditambah lagi, penyebutan nama “Oppenheimer” dalam buku ini akan semakin menarik karena biopic yang dirilis pada tahun lalu.

Salah satu pembahasan paling seru dalam buku ini adalah mengenai Eugenika — filosofi sosial yang berarti memperbaiki ras manusia dengan membuang orang-orang berpenyakit dan cacat dan memperbanyak individu sehat. Eugenika mencapai salah satu, atau mungkin yang paling tinggi, puncaknya ketika Adolf Hitler mengimplementasikan ideologi ini. Hitler memiliki tujuan membersihkan rasnya dengan cara menyingkirkan orang-orang yang dianggap “cacat” dan orang-orang yang dianggap akan “menyebarkan gen-gen berbahaya dari generasi ke generasi.” Program-program Eugenika pun dikembangkan seperti halnya pengebirian. Namun karena dirasa kurang puas atas performa program pengebirian, program eugenika pun menjadi lebih buruk ketika Hitler menimbang-nimbang hingga akhirnya pengebirian menjadi pembunuhan, dan pemusnahan.

Alasan mengapa bagian Eugenika menjadi salah satu bab yang seru untuk diikuti adalah karena bab ini tidak hanya menghadirkan orang-orang yang terdampak sebagai angka, namun sebagai manusia, kesan emosional yang dirasakan, keji, takut, khawatir akan kemungkinan program Eugenika tersebut akan mengenai orang-orang di sekitar atau diri sendiri. Bab ini adalah bab yang terasa sesak. Bagaimana penemuan atas Gen yang pada awalnya begitu penuh semangat, harapan, kebahagiaan atas masa depan, namun bisa jatuh ke lubang yang dalam. Lubang dengan nama Eugenika.

Bab Eugenika hanyalah salah satu bab yang memiliki kesan emosional yang mendalam. Banyak kasus-kasus yang disebutkan dalam buku ini yang menambah kesan emosional dan cita rasa yang sangat banyak yang akan menempel pada pemikiran orang-orang yang membaca buku ini.

Sebagai penutup ulasan, si buku tebal dengan judul Gen karya Siddhartha Mukherjee merupakan salah satu karya ilmiah yang sangatlah indah untuk diikuti. Membawakan pembahasan yang sudah sangat sering dibawakan namun stagnan dengan pembawaan yang masih seringkali memberikan jarak antara tema ini dengan orang banyak. Tidak hanya sepenuhnya membahas secara teknis, namun juga sisi emosional mendalam. Beberapa cerita dalam buku ini bahkan berhasil untuk membuat mata berkaca-kaca. Menjadi salah satu buku non-fiksi sains terbaik yang pernah dibaca.

Tunjukan kepadaku bahwa engkau bisa membagi-bagi nada nyanyian; namun pertama-tama, tunjukan kepadaku bahwa kau bisa membedakan antara apa yang bisa dibagi dan apa yang tidak bisa

--

--

Pitiesdi-a26
Pitiesdi-a26

Written by Pitiesdi-a26

Membahas mengenai buku-buku yang dibaca. Bagian "Lists" untuk tulisan lebih lengkap. (Follow me on IG / Threads: @ptttts.a26)

No responses yet